Semeru, Puncak Para Dewa

Oleh Ghalih Ichwan Al Rasyid (12011020)

Gunung Semeru (3676 mdpl) yang terletak di Malang, Jawa Timur ini mungkin sudah tak terdengar asing bagi kita. Gunung ini tiba-tiba menjadi tenar karena kemegahannya ditayangkan dalam film ‘5 cm’. Banyak hal yang ditawarkan oleh gunung ini, diantaranya keindahan alamnya dan juga budaya masyarakatnya.

Gunung Semeru merupakan salah satu gunung dalam komplek Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).  Di kawasan taman nasional ini terdapat masyarakat yang asli berasal dari sana yang disebut suku Tengger. Masyarakat suku ini masih memegang nilai-nilai adat budaya mereka. Salah satu penerapan nilai budaya mereka yaitu upacara adat Kasodo sebagai pengungkapan rasa terimakasih mereka kepada gunung yang dipercaya memberi keberkahan dan kesejahteraan.

Selain keunikan budayanya, Bila kita mendaki Gunung Semeru, akan disajikan panorama-panorama indah yang mengagumkan. Pendakian menuju puncak gunung ini biasanya memakan waktu empat hari tiga malam.

Pendakian dimulai pada pos awal yaitu pos Ranupani. Untuk mencapai pos Ranupani, diakses dengan menyewa truk atau jeep dari Pasar Tumpang Malang. Sepanjang perjalanan menuju Ranupani, kita akan disuguhkan oleh pemandangan yang indah ketika memasuki TNBTS. Kita dapat melihat komplek Gunung Bromo dan padang pasirnya di sisi perjalanan.

Setelah pos Ranupani, pendakian akan memasuki wilayah hutan. Dibutuhkan waktu satu setengah jam untuk mencapai pos 1 dengan tempat pemberhentian seperti saung. Perjalanan selanjutnya menuju pos 2 dan 3 juga masih berada di dalam hutan, masing-masing membutuhkan waktu tiga puluh menit dan satu setengah jam. Selanjutnya, dibutuhkan waktu tempuh sekitar 45 menit dari pos 3 menuju pos 4. Perjalanan akan semakin menggairahkan ketika mencapai pos 4. Bagaimana tidak, pada posisi pos 4 ini kita sudah dapat melihat cantiknya Ranukumbolo diantara bukit-bukit yang mengapitnya.

Ranukumbolo biasanya dijadikan sebagai tempat pemberhentian untuk berkemah bagi para pendaki. Ya, memang nama Ranukumbolo itu memiliki makna danau tempat berkumpul (Ranu=air/danau dan Kumbolo=tempat berkumpul). Yang menarik di Ranukumbolo, kita dapat melihat pemandangan yang unik yaitu terbitnya matahari (sunrise) seperti gambar yang biasa dibuat anak-anak. Matahari akan mulai muncul tepat di tengah-tengah dua bukit dengan danau Ranukumbolo seperti menjadi cermin sehingga terdapat  pemandangan yang sama di atas dan bawah.

Setelah Ranukumbolo, perjalanan kembali dimulai dan langsung dihadapkan pada tanjakan yang begitu terkenal di antara para pendaki Gunung Semeru yaitu ‘Tanjakan Cinta’. Tanjakan Cinta ini sendiri memiliki panjang sekitar 150 m dengan sudut kemiringan berkisar 45-75 derajat. Hal yang menyebabkan tanjakan ini dinamai Tanjakan Cinta karena tanjakan ini memiliki mitos, apabila kita berhasil melalui tanjakan ini sambil memikirkan orang yang kita sayangi tanpa berhenti mendaki dan menoleh ke belakang maka akan berjodoh dengan orang yang dipikirkan tersebut. Entah benar atau tidak, banyak pendaki yang begitu antusias mencoba mitos tersebut (termasuk saya haha).

Tepat setelah melalui Tanjakan Cinta, kita dapat melihat hamparan padang bunga yang berwarna ungu. Banyak orang yang mengira itu adalah bunga lavender. Sebenarnya bunga itu adalah bunga asing yang berasal dari Amerika Selatan yang bernama Verbena brasiliensis vell. Tempat ini disebut Oro-Oro Ombo.

Perjalanan dilanjutkan menuju tempat pemberhentian selanjutnya yaitu Kalimati yang membutuhkan waktu tempuh 5 jam dari Oro-Oro Ombo. Kalimati merupakan tempat berkemah dan beristiharat sejenak bagi para pendaki yang ingin menuju puncak Gunung Semeru.

Pendakian menuju puncak (summit attack) Gunung Semeru biasanya dimulai tengah malam dan akan memakan waktu sekitar 5-6 jam. Medan pendakian yang begitu terjal dikombinasikan dengan suhu udara yang dingin tetap menusuk kulit walaupun telah berlapis pakaian menutup tubuh, sangatlah menguji fisik dan mental para pendaki. Tanjakan curam yang berpasir dan material lepas menjadikan pijakan kaki begitu goyah. Naik dua langkah turun satu langkah. Seperti itulah beratnya kondisi menuju puncak Gunung Semeru.

Sekitar pukul lima pagi, badan ini mulai mencoba menyerah. Namun, semangat tak boleh padam apalagi langit telah menampakkan rona merah oranye yang menandakan matahari akan segera muncul. Sontak badan ini seperti diisi tenaga kembali.

Setengah jam kemudian sampailah kita di tanah tertinggi Pulau Jawa, puncak Gunung Semeru yang juga disebut Mahameru artinya tanahnya para dewa. Setelah mencapai puncak, rasa lelah yang dirasakan seolah menguap karena rasa puas dan kagum akan keindahan ciptaan-Nya. Dari Mahameru, kita dapat mengamati sunrise yang sangat menakjubkan. Selain itu, kita dapat melihat letusan gas yang terjadi setiap 20 menit sekali dari kawah Jonggring Saloko yang berada di selatan puncak Gunung Semeru.

Pendakian Gunung Semeru bukan hanya sekadar pendakian, melainkan perjalanan hati bagi yang berpikir. Keindahan dan kemegahan Gunung Semeru merupakan salah satu fenomena yang menyadarkan saya bahwa keindahan alam serta keunikan budaya Jawa dan Indonesia ini bukanlah warisan nenek moyang untuk kita, tapi merupakan titipannya untuk anak cucu kita. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita menjaga dan melestarikannya.